Kali ini postingannya berupa cerita milih calon presiden, dan bukan tentang bikin tantangan masak, atau menceritakan pengalaman makan di sebuah tempat, atau pengalaman naik taxi.

Setelah sekian lama menanti sosok Ksatria yang mampu memimpin bangsa Indonesia, di tahun 2014 ini masyarakat Indonesia kembali diberikan kesempatan untuk memutuskan sebuah keputusan besar untuk masa depan sebuah bangsa, yaitu memilih satu di antara dua calon ksatria penyelamat nasib rakyat Indonesia di masa yang akan datang.

Agak membingungkan bagi masyarakat untuk menentukan pilihan, karena kedua calon pemimpin bangsa ini mengklaim adalah yang terbaik. Seperti biasa, para capres dan cawapres berkampanye selama waktu yang ditentukan oleh KPU, dan dalam PEMILU kali ini, akhirnya saya menemukan sebuah sensasi untuk harus mengikuti PEMILU dan TIDAK GOLPUT. Karena apa?





Well, sudah banyak saya melihat kasus yang tidak terselesaikan di negeri ini, semuanya meresahkan, dan yang kembali mencuat adalah kasus kerusuhan Mei 1998, yang juga menjadi topik menarik dalam adu pendapat kedua capres dan cawapres di televisi beberapa waktu lalu. Saya kembali teringat masa itu, saya masih lucu-lucunya masa SMA kala itu, dan beruntung lokasi tempat tinggal saya terbilang aman, meski beberapa massa sempat memaksa masuk ke dalam lingkungan perumahan kami. Namun, apa yang terjadi dengan banyak teman teman-teman lainnya di Jakarta, terutama mereka yang tinggal di daerah Barat atau Utara, merupakan pengalaman mencekam yang membuat trauma seumur hidup mereka. Aksi kejam  anarkis membabi buta dilancarkan oleh orang-orang yang tak mau bertanggung jawab. Penculikan dan pembunuhan seakan dihalalkan. Korban yang selamat dan tetap hidup di masa kini, banyak dari mereka yang tak mau lagi menyandang status ke-Indonesia-an nya. Mereka kecewa, dikecewakan bangsanya sendiri. Mereka tak tahu di mana kesalahan mereka, hanya karena perbedaan warna kulit, fisik, status sosial, dan sebagainya, mereka seakan tak dilihat sebagai manusia, seseorang yang juga punya hati dan perasaan.
Bagaimana bila orang terdekat kita yang mengalaminya? Pasti kita ingin menolong mereka agar tak lagi  sakit hati serta tak berburuk sangka terhadap bangsanya sendiri dan ingin mereka hidup berbahagia  dan terpuaskan karena mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Kasus ini hanya salah satu diantara kasus lainnya yang terjadi di masa lalu. Ya, memang sudah menjadi masa lalu, dan tak pernah terselesaikan. Dibutuhkan keberanian untuk menyelesaikannya.

Seperti Pemilu demi pemilu sebelumnya, selalu ada harapan agar Indonesia menjadi lebih baik, dan kita, sebagai rakyatnya, punya hak untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurani.
Entah mengapa, bukan hanya saya, merasa ada kesempatan untuk berharap agar satu per satu Pekerjaan Rumah (PR) Indonesia dikerjakan secara baik dan benar oleh penguasa yang punya hati dan keberanian, sehingga keadilan dan kebenaran benar-benar bisa menjadi kenyataan.

Jadilah saya memutuskan harus ikutan nyoblos, dan tahun ini, ada sebuah perjuangan yang berbeda untuk mendapatkan hak saya memilih calon pemimpin bangsa Indonesia, bangsa saya sendiri.

Begini ceritanya...

0 komentar:

Post a Comment

Leave Comments...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...