Menjadi "Golput" atau ikutan "nyoblos" pada Pemilihan Umum calon pemimpin Indonesia yang digelar setiap lima tahun selalu didasarkan atas berbagai harapan dan latar belakang tiap individu yang menjadi warga negaranya. Ada yang memiliki latar belakang seperti
saya, ataupun alasan lainnya, kepentingan individu, dan sebagainya.
Saya ingin menceritakan pengalaman saya untuk menggunakan hak pilih saya di pemilihan umum tahun ini. Saya tidak memiliki informasi mengenai bagaimana menggunakan hak pilih saya tahun ini, karena saya harus bekerja di luar kota, dan saya tidak sempat datang ke tempat asal saya untuk sekedar 'nyoblos' ataupun mengurus formulir A5 karena kesibukan dan kondisi yang tidak memungkinkan.
Pada waktu H-3, saya diberikan informasi bahwa bisa datang ke TPS terdekat dengan membawa KTP yang berlaku. Tentu saja saya menjadi sedikit lega, karena bisa menggunakan hak pilih di perantauan. Apalagi saya dengar beberapa teman saya yang ber-KTP non domisili juga akan diijinkan nyoblos di TPS terdekat, dan kami diminta datang setelah jam 12 siang, seperti info dari
sini, makin semangat lah saya.
Pada hari H, saya datang ke TPS yang dimaksud dengan berbekal KTP dan modal semangat Pe De (Percaya Diri),jam 11.30.
Pejabat TPS (PT) : "Mo ngapain?"
Saya (S) : "Mo nyoblos"
PT : " Undangannya mana?"
S : " Oh, saya udah setahun lebih kan di sini, kemarin ada yang kasih info bisa nyoblos di TPS ini, bawa KTP aja"
PT : melihat saya dari atas ke bawah dengan teliti
S : Menunggu dikasi surat suara
PT : "Gak bisa. Kalo bawa surat dari kelurahan baru bisa. Lagian kan harus 7 hari yang lalu ngurusnya.", sembari garuk garuk idung, gatel mungkin yah..
S : "Loh, kok saya dikasih tau sama yang sebar undangan, boleh pake KTP ya?"
PT : "Gak ada info kayak begitu, maaf ya." Sambil gaya a la menolak pengemis di pinggir jalan.
S : "Kok info nya adi beda, mana yang bener nih?"
PT : " Iya." sambil garuk garuk idung lagi.
S : Mikir, kok iya doang sih jawabannya.
PT : Ngeliatin lagi satu satu kami dari atas ke bawah
S : "Oke, Anda yang gak bolehin saya milih. Makasih" sambil langsung ngeloyor pergi.
Sampai di rumah, entah mengapa hati saya galau. Seakan ada sesuatu yang salah. Saya terpaksa Golput dong. Saat semangat itu sudah terlanjur membara, saat harapan itu terlanjur kembang, saat penolakan itu terjadi tanpa penjelasan yang bisa memuaskan, saat....saat... ah, saya harus cari informasi yang benar nih.
Saya cek timeline twitter, dan menemukan banyak kasus yang sama seperti yang saya alami. Di beberapa TPS memang mengijinkan orang dari luar daerah domisili nya untuk mencoblos di sana, namun banyak yang ditolak dan tak diijinkan menggunakan hak pilihnya seperti yang saya alami tersebut.
Banyak dari mereka yang galau, dan bingung harus melakukan apa untuk mendapatkan hak pilihnya.
"Seumur-umur, baru kali ini saya ngerasain galau loh..."
"Saya ditolak nyoblos di tempat tinggal saya sendiri, hanya karena tidak terdaftar, padahal saya sudah lapor, rasanya....sakit...jleb"
"Katanya yang jaga TPS, kalo nyoblos ga pake surat undangan dia bakal dipenjara, nah ini gw punya KTP Indonesia, punya formulir A5, ya masa ga dibolehin nyoblos juga sih..."
"Aku ditolak nyoblos di 2 TPS berbeda, dan bela belain
drive berpuluh km, cuma buat nyoblos,ckckckckk..."
"Kita ditolak juga nih, dan kita cari TPS lainnya buat nyoblos, dan dah dapet TPS yang mau kasi kita hak pilih yang memang milik kita, buat nyoblos, ayo semangaaatttt.. cari TPS lain yang punya hati!!"
Demikian kicauan mereka, para warga twitter.
Saat saya menghubungi kerabat saya, ternyata ada sebuah TPS yang mengijinkan warga nya menggunakan hak pilih tanpa dilarang atau dipersulit. Tanpa pikir panjang, saya langsung menuju ke sana, membutuhkan waktu yang agak panjang untuk datang ke sana. Entah apakah saya bisa atau tidak, namun saya akan berusaha endapatkan hak pilih saya. Demikian tekad saya bersama teman-teman.
Jam satu tepat, saya parkir mobil, dan harus berjalan lagi menuju TPS. Kira-kira jam satu lewat saya tiba di sana.
PT 1 : "Siang mbak. Silakan..."
PT 2 : "Dah selesai"
S : "Siang, masih bisa kan ya?"
PT 1 : "Oh, maaf, sudah selesai."
PT 3 : "Apa sudah habis surat suara nya? Kasih aja lah, orang mo nyoblos."
PT 2 : "Gimana ini, diijinkan atau tidak?" bertanya kepada anggota lainnya sambil menggerakkan tangan seperti burung mengepakkan sayapnya.
Terlihat seorang berpakaian seragam dengan tulisan Panwaslu
Petugas Panwaslu (PP) : "Aturannya jam 13.00 selesai. Sekarang sudah ditutup. maaf."
S : "Yah, Pak, saya tadi di sana ditolak, masa di sini ditolak lagi, kan tutupnya belum lama."
PP : "Iya, peraturannya memang begitu. maaf ya. " Sambil mempersilakan saya keluar area TPS
S : "Tapi, saya golput dong Pak. "
PP : " Ya, gak golput, cuma sudah terlambat."
S : "Ya itu kan namanya golput, Pak. Bapak yang bisa kasi saya keputusan untuk golput atau tidak, itu ada di tangan Bapak. Itu tergantung kebaikan hati Bapak. Apakah saya mendapatkan hak saya atau tidak, itu tergantung atas kebijakan Bapak."
PP : "Iya, gak bisa."
PT 3 : "Ya diberikan juga ga apa apa kok Pak. Kita masih banyak surat suaranya."
PT 2 : " Tahun depan aja nyoblos lagi ya"
S : "Hah? Tahun depan?"
PT 3 : " Emang ada lagi tahun depan?"
PP : " Gimana ya, aturannya begitu memang, sudah ditutup."
S : " Jadi, gak bisa nih Pak, ayo lah Pak. Tolong saya, saya ke sini jauh jauh loh."
PP : "Maaf.." Sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada.
S : "Ya sudah, terimakasih kalau begitu ya Pak. " Sambil menundukkan kepala, dan berjalan keluar dengan langkah gontai.
PP : Meihat saya beserta teman yang sedih dan galau
S : Melihat ke arah Pak PP penuh rasa sesal dan kecewa, dan berkata dalam hati, perjuanganku tak berhasil kali ini. Kembali melihat ke arah Pak PP dan berjalan pelan menuju parkiran. Hati saya gundah gulana tak lagi bersemangat.
Tiba-tiba ada teriakan, dan saya lihat beberapa orang dari TPS itu memanggil saya dan teman-teman.
Saya lalu kembali dan melihat mereka penuh kegembiraan.
PT 3 : " Mana ini surat suaranya" Sambil tersenyum ke arah kami
PP : tersenyum sambil mengangguk saat saya mengatakan terimakasih
PT 2 : "Sini, sini... di sini.. ayo nyoblos. Ini terakhir ya." Sambil membesarkan volume suaranya, karena ternyata di belakang kami masih ada yang mau nyoblos juga, namun terpaksa ditolak, dan mereka menyerah tanpa argumen.
S : Langsung mencoblos
PT 2 : "Ini tinta nya. Buat bukti udah nyoblos."
S : "Terimakasih Pak, Bu, terimakasih... terimakasih banyak..."
Seluruh isi TPS : "Iya" sambil tersenyum
PT 2 : "Nih, makasih sama yang ini nih..." sambil menunjuk Pak PP dan seorang lainnya.
S : "Terimakasih Pak PP. Tuhan yang balas kebaikan Bapak"
PP : "Iya, sama-sama. " sambil tersenyum
Keluar TPS, hati saya lega sekali, dan bersyukur bisa menggunakan hak pilih saya sebagai warga negara Indonesia.
Kemenangan saya hari ini, bukan karena pilihan capres/cawapres yang unggul di ajang hitungan cepat PEMILU, namun saya menang karena berhasil memperjuangkan hak pilih saya.
Andaikan sistem di Indonesia lebih pro rakyat dan informasinya tersampaikan dengan lebih baik dalam membebaskan masyarakatnya untuk menggunakan hak pilih, andaikan para pemimpin yang dipercayakan memimpin dan dberikan kekuasaan untuk memimpin rakyat dalam skala terkecil sampai yang terbesar mau peduli dan memiliki hati dan kebijaksanaan untuk melihat manusia lain sebagai individu yang juga punya hati dan perasaan, andaikan semua orang mau saling peduli dan memiliki tanggung jawab membesarkan negeri ini, dan andaikan apa yang diandai-andaikan masyarakat selama ini menjadi kenyataan.
Ayo, perjuangkan hak dengan kecerdikan, dan mari lakukan kewajiban dengan ketulusan.